Pada prinsipnya Surat Izin Penambangan Batuan ini merupakan cara pemerintah memberikan kemudahan, khususnya bagi pihak-pihak, masyarakat, atau perusahaan yang melakukan kegiatan usaha batuan untuk memasok proyek-proyek infrastruktur. Kemudian batasan-batasan yang ada di IUP Batuan dihilangkan. Pemegang SIPB bisa langsung melakukan kegiatan penambangan, tanpa sebelumnya melakukan tahapan eksplorasi batuan.
UNAAHA - KADIN KONAWE |
Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba memberikan berbagai fasilitas kemudahan bagi masyarakat dan korporasi yang melakukan aktivitas usaha pertambangan. Terkait bagaimana kemudahan itu?
Menurut Plt. Koordinator Bagian Hukum Direktorat Jenderal, Kementerian ESDM, Sony Heru Prasetyo menjelaskannya terdapat sejumlah fasilitas yang diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait dengan pemberian perpanjangan produksi hingga sumber cadangan saat mengikuti acara Webinar ‘Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara’, di Hybrid Luring, Conrad Bali, Kamis (16/12/2021) belum lama ini.
Lebih lanjut Sony, terkait perizinan berusaha. Jika dibandingkan antara Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, pada prinsipnya tidak terlalu jauh berbeda untuk klasifikasi perizinannya. Hanya memang ada 2 jenis izin yang berbeda dalam UU No.3 Tahun 2020.
Pertama kata Sony, IUP-K sebagai kelanjutan operasi kontrak atau perjanjian. Dalam PP No.96 Tahun 2021, karena merupakan turunan dari UU No.3 Tahun 2020, memperkenalkan suatu perizinan baru yang sebelumnya belum pernah dikenal di dalam UU No.4 Tahun 2009. Yaitu, IUP-K sebagai kelanjutan operasi kontrak.
“Semua kontrak karya dan PKP2B yang akan berakhir, maka pemberian izin perpanjangannya nanti tidak akan diberikan dalam sistem kontrak, tetapi dalam bentuk izin. Namanya adalah Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi sebagai kelanjutan operasi kontrak atau perjanjian,” jelas Sony
Kemudian, tambahnya, ada satu jenis perizinan baru yang diperkenalkan dalam PP No.96 Tahun 2021, yaitu Surat Izin Penambangan Batuan. Apa bedanya dengan IUP Batuan? Pada prinsipnya Surat Izin Penambangan Batuan ini merupakan cara pemerintah memberikan kemudahan, khususnya bagi pihak-pihak, masyarakat, atau perusahaan yang melakukan kegiatan usaha batuan untuk memasok proyek-proyek infrastruktur. Kemudian batasan-batasan yang ada di IUP Batuan dihilangkan. Pemegang SIPB bisa langsung melakukan kegiatan penambangan, tanpa sebelumnya melakukan tahapan eksplorasi batuan.
Hal penting lainnya kata dia, dalam PP No.96 Tahun 2021 yaitu Perizinan Berusaha bisa didelegasikan kepada Pemerintah Daerah. Tentunya ada kriteria yang diatur dalam PP No.96 Tahun 2021 jenis atau perizinan apa saja yang bisa didelegasikan kepada Pemda. Ada kriteria efisiensi, efektivitas, akuntabilitas, dan eksternalitas.
Seputar izin usaha pertambangannya, lanjut Sony, pengaturan izin usaha pertambangan tidak jauh berbeda dengan peraturan sebelumnya. Pada prinsipnya untuk IUP logam dan batubara mekanismenya tetap dilakukan dengan 2 cara. Pertama adalah permohonan wilayah. Untuk logam dan batubara, agar mendapatkan wilayah harus dilakukan dengan mekanisme lelang. Sedangkan untuk komoditas bukan logam dan batuan, diperoleh dengan mengajukan permohonan wilayah.
“Setelah mendapatkan wilayah, baik melalui permohonan maupun mekanisme lelang, baru kemudian bisa dimohonkan Izin Usaha Pertambangan,” ujarnya.
Yang berbeda dengan UU No.4 Tahun 2009, pemberian izin usaha pertambangan yang baru, nanti akan menggabungkan 2 tahapan kegiatan. Dulu, ada 2 tahapan kegiatan yang masing-masing dipecah antara IUP Eksplorasi dengan IUP Operasi Produksi. Sekarang, dengan menggunakan izin usaha pertambangan yang baru, kedua tahap kegiatan itu digabungkan dalam satu Surat Keputusan (SK), yaitu Izin Usaha Pertambangan atau Izin Usaha Pertambangan Khusus saja.
Terkait dengan jangka waktu, katanya, hampir sama dengan yang diatur dalam UU No.4 Tahun 2009. Perbedaanya, di dalam PP No.96 Tahun 2021 sudah memberikan diferensiasi bagi perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan usaha penambangan, dan kegiatan penambangan itu terintegrasi dengan kegiatan pengolahan dan pemurnian.
“Fasilitas yang diberikan, yaitu pemberian jangka waktu selama 30 tahun. Jadi, untuk IUP Operasi Produksi untuk tahap awal diberikan jangka waktu 30 tahun. Ini juga berlaku bagi mineral logam dan batubara,” tandasnya.
Diuraikannya, untuk komoditas mineral logam dikenal dengan istilah pengolahan dan pemurnian. Sementara untuk komoditas batubara dikenal dengan istilah pengembangan dan pemanfaatan. Tapi, pada prinsipnya sama, karena perusahaan-perusahan itu melakukan kegiatan yang dapat memberikan nilai tambah dan kegiatan itu dilakukan secara terintegrasi dengan penambangan.
Masih terkait dengan Izin Usaha Pertambangan, beber Sony, PP No. 96 Tahun 2021 mengatur fasilitas perizinan baru yang belum ada di dalam UU No.23 Tahun 2020. Yaitu yang terkait dengan perpanjangan tahap kegiatan eksplorasi. Pemegang IUP dapat diberikan persetuan perpanjangan tahap kegiatan ekplorasi selama setahun setiap kali dilakukan perpanjangan. Tentunya setelah memehuni persyaratan-persyaratan. Ada persyaratan-persyaratan yang diatur dalam PP No.96 Tahun 2021.
“Artinya, tidak semua perusahaan bisa mendapatkan fasilitas perpanjangan tahap kegiatan ekplorasi. Ada 3 persyaratan yang diatur, masing-masing berdasarkan kajian teknis, kendala, dan seterusnya,” ungkapnya.
Kemudian, bagian yang berkaitan dengan perpanjangan tahap produksi secara umum sama. Yang berbeda perpanjangan jangka waktu operasi produksi yang terintegrasi dengan fasilitas pengolahan, atau IUP yang dimiliki oleh BUMN dapat diberikan perpanjangan selama 10 tahun setiap kali dilakukan perpanjangan. "Ini adalah sesuatu yang baru yang belum pernah ada di dalam UU No.4 Tahun 2009," ujar Sony
Sementara beberapa ketentuan yang juga terkait dengan Izin Usaha Pertambangan dan merupakan ketentuan baru dalam PP No.96 Tahun 2021, pertama, ada ketentuan bahwa pemegang IUP dilarang memindahtangankan kepemilikan tanpa persetujuan menteri. Bahkan di dalam UU No.3 Tahun 2020 ada sanksi pidana bagi perusahaan yang melakukan pemindahtanganan, tapi tanpa persetujuan menteri.
“Termasuk juga dengan saham. Prinsipnya pemerintah tidak pernah membatasi segala aktivitas korporasi, apakah melakukan penggantian pengurus atau penggantian pemegang saham. Untuk penggantian atau pengalihan saham, bisa dilakukan tapi setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri ESDM,” ungkap Sony. (*)
Sumber : Media Nikel Indonesia
Comentarios